Tidak hanya minyak goreng, ISBN kini pun langka. Hal ini banyak diulas oleh para penulis, baik di group whatsapp, facebook, pun juga di status pribadi media sosial.
Kelangkaan ISBN memang tidak tepat persis per hari ini (23 April), dimana kita merayakan hari buku dunia. Akses pengajuan ISBN yang ketat, mulai mengemuka ketika ada kabar banyaknya penerbit yang terblokir. Dan benar, hal serupa terjadi ketika penerbit yang masih memiliki akses operasional mendapat penolakan beberapa kali untuk pengajuan ISBN.
Sekitar 2016, penerbitan buku ber-ISBN tergolong mudah. Bahkan, saya pernah membuat penerbit atas nama kelompok kerja guru. Sukses. Menelorkan empat judul lebih. Meski, untuk buku-buku pribadi, saya lebih memilih bendera penerbit yang lebih layak dikatakan penerbit.
Hal jauh berbeda terjadi akhir-akhir ini. Menurut informasi, terjadi ketidakwajaran publikasi buku ber-ISBN di Indonesia. Kuota 1 juta yang diprediksi habis dalam kurun waktu 10 tahun, nyatanya mendekati habis dalam 4 tahun.
Apakah ada yang salah dalam pengajuan ISBN di Indonesia?
Menurut saya pribadi, tentu tidak. Selama sistem pengajuan diloloskan, tentu sah-sah saja. Ya meski banyak pro-kontra karena nyatanya jumlah produktivitas buku melebihi keterjualan buku itu sendiri. Semoga, kelangkaan ini tidak mengurangi ketertarikan dalam menulis, pun juga dalam menghasilkan buku.
Oh iya, selamat untuk kota Guadalajara, Meksiko, yang terpilih sebagai ibu kota buku dunia tahun 2022.
Comments
Post a Comment