Oleh:
Nur Kholis Huda, M.Pd.*
Mari bersama-sama memulai membaca tulisan ini dengan berdoa agar negara kita sesegera mungkin terbebas dari wabah yang terkenal dengan nama Corona. Seperti kita ketahui bersama, pandemi Novel coronavirus (Covid-19) telah menjadi ancaman negara-negara di dunia, salah satunya Indonesia. Data pemerintah melalui juru bicara penanganan virus Covid19 menggambarkan terjadi lonjakan pasien positif dan meninggal yang mengkhawatirkan setiap harinya.
Jauh hari sebelum terjadi lonjakan korban tersebut, pemerintah daerah melalui dinas pendidikan masing-masing telah mengambil keputusan besar, menghentikan sementara kegiatan di sekolah dengan mengganti belajar di rumah. Kita pasti sepakat, keputusan ini bukan keputusan yang asal-asalan atau sekadar ikut-ikutan. Ada alasan besar di balik keputusan tersebut, dengan “merumahkan” siswa, paling tidak pemerintah sudah mengambil peran untuk meminimalkan risiko penyebaran virus Covid19.
Usia anak sekolah, selain memiliki kecenderungan bermain, bergerombol, rata-rata tingkat kesadaran akan kebersihan kurang. Hal ini memang sesuai dengan masa perkembangan mereka. Meski, pendapat ini banyak diperdebatkan karena ternyata banyak juga usia dewasa yang mempunyai kesadaran minim dan masih bebas berkeliaran. Pada akhirnya, mereka (anak-anak) akan terpapar juga. Bagaimanapun, langkah pemerintah ini patut kita apresiasi sebagai bentuk upaya mengurangi prosentase tingkat penyebaran virusnya.
Salah Menafsirkan Belajar di Rumah
Keputusan “merumahkan” siswa banyak disalahartikan oleh beberapa kalangan. Pertama, kegiatan belajar di rumah diartikan sebagai liburan, mereka menyebut “liburan korona”. Siswa dan orang tua, sekeluarga, berbondong-bondong ke tempat-tempat wisata atau pusat belanja misalnya. Hal ini terbukti dengan kepadatan tempat-tempat wisata yang naik drastis hingga pada akhirnya harus ditutup oleh pemerintah daerah. Warung-warung dengan fasilitas free wifi dipenuhi pelajar-pelajar yang lagi mabar (main bareng) dengan dalih tidak ada paketan sehingga harus mencari koneksi jaringan untuk tetap dapat terhubung dalam proses pembelajaran, hingga pada akhirnya pada bubar digaruk aparat kepolisian dan pamong praja.
Kedua, kegiatan belajar di rumah yang diarahkan dengan pembelajaran jarak jauh oleh Pak Nadiem memang ditemukan banyak kendala, mulai dari kurangnya fasilitas, keterbatasan pengoperasian perangkat, dan lain sebagainya. Hal ini sebenarnya muncul karena anggapan bahwa pembelajaran jarak jauh berpatokan pada pembelajaran yang serba digital, yang canggih, yang serba wah pokoknya. Padahal, inti tujuan dari belajar di rumah ini sebagai langkah pemutus rantai penyebaran virus korona. Pembelajaran dengan teknis sederhana sudah lebih dari cukup seharusnya, misalnya memanfaatkan group whatsapp wali murid atau cara-cara lain yang sederhana lainnya.
Intinya, jangan sampai para guru malah saling berlomba mementaskan pembelajaran digital yang serba rumit. Ya memang wajar dan bagus jika memungkinkan, namun kalau justru membingungkan, akhirnya tidak ada kebermanfaatan. Perlu kita ingat bahwa belajar jarak jauh yang dilaksanakan di rumah dalam masa pandemi ini bukan ajang perlombaan. Yang terpenting, materi tersampaikan, tetap ada komunikasi antara guru dan siswa, serta siswa tetap dalam pengawasan belajar sehingga roda pendidikan tetap berjalan.
pandemi corona: belajar di rumah sumber foto: pixabay |
Peranan Guru dan Orang Tua
Masa belajar di rumah ini tidak sama dengan masa liburan, dimana siswa mempunyai waktu penuh untuk bermain ataupun beraktivitas lain sepenuhnya bersama keluarga. Masa ini adalah masa sekolah yang berpindah tempat dan cara. Maka, sepatutnya guru selalu mengawal dalam setiap pembelajaran. Guru sebaiknya tidak melepas siswa dengan tugas-tugas yang menyulitkan. Takaran jumlah dan kesukaran soal perlu menjadi pertimbangan utama. Kalau bisa, pembelajaran dikemas berupa materi-materi ringan yang menyenangkan, sehingga tanpa rasa tertekan siswa tetap menerima apa yang akan disampaikan.
Selain guru, orang tua juga mempunyai peranan besar bagi kesuksesan belajar di rumah. Jangan malah mengeluh, meski mengajar anak sendiri lebih sulit karena cenderung membandel dan tidak mau diatur. Seorang gurupun terkadang kerepotan jika harus berhadapan dengan anak sendiri dibandingkan dengan anak didiknya. Paling tidak, orang tua juga turut melaksanakan tanggung jawab pengawasan kegiatan belajar putra-putrinya di rumah. Ya tidak harus ke materi-materi pokoknya, bisa dari hal-hal yang terkecil, misal mengarahkan pada sumber-sumber bacaan.
Terakhir, perlu kita ingat bahwa pandemi ini bukan hal yang main-main atau lelucon. Kenalkan putra-putri kita dengan virus korona, baik melalui video atau komik dengan kemasan yang ramah. Anak akan lebih paham dan mengerti cara pencegahannya. Tetap jaga kesehatan dan kebersihan, upayakan semaksimal mungkin untuk tidak berkerumun di luar. Semoga pendidikan di Indonesia secepat mungkin kembali berjalan sebagaimana mestinya. *
Nur Kholis Huda, lahir di Lamongan, 24 Oktober 1984. Kepala SDN yang gemar "ngopi". Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media cetak dan online Jawa Timur, antara lain: Bhirawa, Malang Post, Radar Bojonegoro Jawa Pos, Media Pendidikan Jatim, Suroboyo.id, Surabaya Kota Literasi dan lain sebagainya.
Nur Kholis Huda, lahir di Lamongan, 24 Oktober 1984. Kepala SDN yang gemar "ngopi". Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media cetak dan online Jawa Timur, antara lain: Bhirawa, Malang Post, Radar Bojonegoro Jawa Pos, Media Pendidikan Jatim, Suroboyo.id, Surabaya Kota Literasi dan lain sebagainya.
Comments
Post a Comment