Sinyal Seratus Hari
Herry Lamongan
dengan segala kereta
siang mengeluh di rel penuh peluh
engkau antar tilas luka itu
melampaui seratus hari
dan seratus hari lagi
kota-kota semakin panas mengeras
suara-suara lepas menimbun benih sajak-sajakku
masih di sana stasiun
masih pula sinyal, palang pintu, dan papan nama
tapi jam tak menunggumu di peron
hanya jejak tangan yang pernah lambai
sebutir air mata
dan cinta yang berantakan di lantai
kita seperti telah berjumpa
tapi pukul berapa engkau menangis
apakah yang hendak pulih, sayangku
kecuali robek air oleh gugur sebutir batu
kita selalu tiba pada suasana lebih jauh
daripada tempat-tempat yang pernah kita singgahi
berlalu
tanpa ada yang minta
kita kembali
2007
Biodata Herry Lamongan
Nama Aslinya Djuhaeri. Lahir di Bondowoso, 8 Mei. Serius menulis sajak dalam Bahasa Indonesia dan Jawa Sejak 1983. Karya-Karyanya pernah dimuat sejumlah media cetak, antara lain: Pelita, Berita Buana, Horison, Merdeka, Simponi, Sawadesi, Hai, Gadis, Singgalang, Mimbar Umum, Analisa, Kedaulatan Rakyat, Yogya Post, Jaka Lodang, Mekar Sari, Eksponen, Wawasan, Cempaka, Karya Darma, Memorandum, Surya, Surabaya Post, Jawa Pos, Mingguan Guru, Media, Jaya Baya, Penyebar Semangat, Tebu Ireng, Akcaya, Bali Post, Kali Mas, Karya Bakti, Nusa Tenggara, Suara Rakyat Semesta, Variasari-Malaysia, Salam, Jawa Anyar, Radar Bojonegoro, Tabloid Telunjuk, Suluk, serta banyak buletin sastra yang pernah terbit di berbagai kota.
Puisi-Puisinya terhimpun dalam: Surat Hening, Latar Ngarep, Ibukota Bahasa, Equator, Moh, Danau Angsa, Dll. Herry bermukim di kota alit Lamongan, sebagai kesaksiannya yang sederhana atas kehidupan ia akan terus nenulis sajak.
Comments
Post a Comment